Senin, 11 Februari 2008

Segera Menabung Biar Enggak Buntung

Bang ... bing ... bung ... yo, kita ke bank
Bang ... bing ... bung ... yo, kita nabung
Bang ... bing ... bung ... yo, jangan dihitung
Tiap bulan tahu-tahu dapat untung ....

Syair lagu yang sangat berkesan yang dilantunkan Titik Puspa sembari menggandeng anak-anak itu mengingatkan kita akan pentingnya menabung sejak masih kanak-kanak. Menabung memang solusi konservatif agar bebas dari ketergantungan pada pihak lain. Namun, yang kerap terjadi, kita ingin bebas merdeka secara keuangan, tapi disiplin yang rendah dan kegagalan menahan diri dari keinginan bermewah-mewah membuat kita masuk pada “lubang problem” yang sama.

Pak Hardi, pensiunan pegawai negeri, kesulitan memulai sebuah usaha karena ketiadaan modal. Pak Yanto, mantan pegawai yang terkena program pengurangan karyawan di sebuah perusahaan swasta terkemuka, stres akibat dana simpanannya menipis tanpa dukungan income yang baik. Pak Usman, pedagang sayur keliling, kesulitan modal saat harga sayur dari pasar induk meningkat karena biaya transportasi yang tinggi.Mau pinjam ke bank, mengatur cash flow, jaminan usaha, laporan keuangan? "Ah, binatang apalagi semua itu?" pikir mereka. Menyebutnya saja sudah kesulitan. Bagi mereka, para pengusaha kecil (mikro) di sektor informal, yang dibutuhkan adalah dapat dipercaya bahwa mereka mampu melakukan usaha itu.Masalah permodalan dan asal-usulnya ternyata tidak hanya didominasi para pengusaha kecil. Sebab, ternyata negara kita pun dalam makro ekonominya tetap membutuhkan pinjaman dari luar negeri untuk menutup defisit Neraca Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Demikian juga di tingkat pemerintah daerah.Dalam sebuah rekomendasi dari dialog kebijakan yang diselenggarakan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Badan Kerja Sama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS) di Makassar pertengahan tahun ini disebutkan agar digunakan pos tabungan yang ada dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai jaminan pinjaman pemerintah daerah.Rekomendasi itu ditujukan bagi pemerintah daerah yang konsisten kebijakan ekonominya dan memiliki tabungan yang cukup. Catatan ini penting ditambahkan karena tidak semua daerah yang surplus memiliki likuiditas yang banyak. Sebab, bisa saja semua dana yang tersedia telah memiliki pos alokasi dan belum dilaksanakan. Dana ini bukanlah tabungan dan tidak dapat dijadikan sebagai jaminan pinjaman.Ilustrasi di atas menunjukkan pada kita, tidak hanya Pak Hardi yang pensiunan, Pak Yanto yang korban PHK, dan Pak Usman yang pedagang sayur keliling yang mengalami masalah modal dan likuiditas. Ternyata negara dan pemerintah daerah dari tingkat provinsi hingga kecamatan, bahkan desa, mengalami problem serupa.

Namun, semua sepakat bahwa tabungan dapat menjadi solusi efektif untuk membebaskan diri dari masalah permodalan dan likuiditas.Kalangan pemerintah daerah tanggap akan hal ini sehingga mengajukan pilihan pos tabungan sebagai jaminan. Negara pun tanggap dengan mengajukan "tabungan kekayaan alam negeri ini" segabai jaminan pinjamannya. Lantas bagaimana dengan Pak Hardi, Pak Yanto, dan Pak Usman? Apa yang dapat mereka tawarkan sebagai jaminan akan kemampuan mereka mengembalikan pinjaman? Mereka yang bergerak dalam usaha kecil tidak mampu menyajikan laporan keuangan yang "dipercantik" atau membuat proyeksi cash flow yang fantastik. Kita harus punya jawaban untuk hal ini dan saran konservatif yang dipilih adalah menjadikan kegiatan menabung sebagai budaya.Good income, bad income Keadaan yang dialami Pak Hardi, Pak Yanto, dan Pak Usman bukan terjadi sekonyong-konyong dan tidak terelakkan, tetapi lebih pada tidak tersedianya rencana pribadi yang baik. Mari mulai dengan melihat kondisi keuangan kita sendiri saat ini dan kebiasaan kita dalam mengelola keuangan. Apakah kita sudah menghargai dan mensyukuri penghasilan yang merupakan berkat bagi keluarga kita?Dalam konteks keuangan, kita mengenal konsep good income dan bad income. Namun sebenarya, perbedaan keduanya hanya dalam cara pandang dan rasa syukur yang kita miliki atas penghasilan yang kita terima. Beberapa teman yang berpenghasilan besar sering mengeluh masih kekurangan dan menyebutnya my bad income. Namun, banyak juga yang berpenghasilan pas-pasan mensyukuri penghasilannya dan menyebutnya sebagai good income.

Jika kita melongok kembali ke fungsi uang, paling tidak ada tiga peruntukan utama, yaitu sebagai alat transaksi, alat untuk berjaga-jaga, dan tabungan. Umumnya, uang yang kita miliki didominasi kebutuhan transaksi, sehingga sangat sering kita dapati para karyawan atau pegawai menggunakan gaji bulanannya hanya untuk melunasi tagihan kartu kredit dan kebutuhan rutin rumah tangga. Ketika hal semacam ini disampaikan pada seorang sahabat, segera ia bertanya, "Lantas saya mesti menabung atau berinvestasi? Mana mungkin?"Bicara reksadana, investasi dalam sektor riil, atau beli emas rasanya jauh dari harapan para karyawan. Lantas apakah kita bisa keluar dari lingkaran yang menempatkan kita pada pojok yang tidak nyaman untuk pindah pada keadaan yang memiliki kebebasan mengekspresikan dan memberikan penghargaan lebih atas penghasilan yang kita peroleh? Kita mulai mengoptimalisasi kemampuan internal kita untuk menjadikan penghasilan tidak sebagai alat transaksi semata tetapi mampu menjadi tabungan.

Saat hari libur dan sedang santai di rumah, coba perhatikan dompet Anda dan lihat apa saja yang selalu Anda masukkan ke dalam dompet itu. Lihat berapa banyak kartu kredit, kartu ATM, kartu debet, kartu diskon, dan uang tunai yang ada di dompet Anda. Sebagian dari kita mungkin menempatkan uang tunai yang cukup banyak dengan pertimbangan untuk berjaga-jaga, karena semuanya serba mahal dan tidak selalu dapat menggunakan kartu kredit atau memang antikartu kredit.Sebagian lain cukup menempatkan beberapa lembar uang tunai dengan alasan agar tidak merusak dompet dan cukup yakin dengan kartu kredit yang dimiliki. Kelompok ini sering digolongkan sebagai orang-orang modern, walaupun ada beberapa di antaranya masih kurang percaya diri dengan membawa kartu ATM dengan dana yang siap diambil mencapai puluhan juta rupiah.blablablaTidak ada yang salah dengan pilihan tadi, karena hal itu menyangkut style dan rasa aman yang berbeda-beda pada setiap orang.

Hal yang ingin kita sampaikan yaitu bagaimana mengelola dana yang dimiliki secara lebih efektif dan mampu menghadirkan tabungan di luar fungsi uang sebagai transaksi yang sering terjadi. Untuk itu, kita harus bersedia melakukan perencanaan untuk mengelola dana yang selama ini hanya digunakan untuk transaksi dan berjaga-jaga menjadi dana yang mendatangkan hasil.Adapun hasil yang bisa kita nikmati adalah bunga bank, bagi hasil usaha, hasil investasi, dan keuntungan. Kita harus mampu meningkatkan nilai tambah dana yang kita miliki, dari hanya alat transaksi menjadi alat berjaga-jaga yang jika ditempatkan di tabungan harian, akan mendapat bunga yang kecil hingga tabungan yang akan mendapatkan hasil investasi yang lebih besar.Contoh perencanaan untuk mengelola likuiditas misalnya, Anda memiliki tabungan Rp 150 juta. Jika ditempatkan di tabungan harian yang memiliki kartu ATM atau debet, maka Anda akan dapat menariknya sewaktu-waktu. Dana Anda memang sangat likuid, tapi umumnya hanya akan menerima tingkat bunga yang kecil (4 - 6%). Padahal menurut pengalaman Anda, misalnya, untuk kebutuhan berjaga-jaga hanya sebesar Rp 20 juta, siapa tahu suatu saat tiba-tiba anggota keluarga Anda masuk rumah sakit atau kendaraan Anda mengalami kecelakaan.Saran praktisnya, Anda bisa membeli asuransi kesehatan untuk sekeluarga dan asuransi kendaraan untuk melindungi kendaraan dari hal-hal tak terduga. Anda bisa menyesuaikan dengan kebutuhan atau 40% dari biaya kebutuhan jaga-jaga Anda. Dengan asuransi, risiko sudah Anda alihkan pada pihak ketiga dengan dana sekitar Rp 8 juta – Rp 10 Juta. Sisa dana yang ada di tabungan harian menjadi kurang lebih Rp 140 juta. Uang sejumlah itu dapat langsung Anda tingkatkan peranannya menjadi tabungan, investasi, atau penyertaan pada sektor riil.Hasilnya tentu akan sangat mengagumkan ketimbang uang itu Anda tempatkan di tabungan dengan ATM yang Anda bawa ke mana-mana bersama risiko yang tinggi. Selanjutnya, cukup bawa uang tunai seperlunya serta kartu kredit yang memiliki batas kredit yang tidak terlalu besar, agar bisa dikontrol dan terhindar dari risiko kejahatan kartu kredit.

Keberhasilan meningkatkan peran uang Anda memang tidak terlepas dari perubahan paradigma dan persepsi akan uang tunai. Saat kita berhasil menggeser paradigma uang sebagai alat transaksi ke arah alat investasi, maka kita telah mempersiapkan diri menjadi tuan dari “uang-uang tabungan kita" yang bekerja untuk kita 24 jam sehari dan tujuh hari seminggu. Anda telah menjadi pengusaha dan siap menghadapi keadaan seburuk apa pun dan kebutuhan modal untuk usaha di kemudian hari.Langkah meningkatkan kemampuan internal juga dibuktikan beberapa pemerintah daerah untuk kesejahteraan rakyatnya. Berkunjunglah misalnya ke Kabupaten Tanah Datar di Provinsi Sumatera Barat. Kita bisa mencontoh apa yang dilakukan Wali Nagari Minangkabau yang menjadi nagari berprestasi tingkat provinsi. Di sana Anda akan menemukan kenyataan, tidak satu pun warganya merokok. Dengan kesadaran tinggi mereka menyisihkan uang rokoknya menjadi tabungan.Demikian juga dengan Nagari Singgalang yang menerapkan hari Jumat sebagai hari ibadah dan bebas rokok untuk mencapai kesehatan fisik dan keuangan. Ada juga hukuman bagi penjudi berupa 10 lembar atap seng, perbuatan asusila diganjar hukuman menyetor 15 sak semen, dan kenakalan remaja diberi sanksi berupa kerja gotong royong.Kebijakan di dua nagari itu akan sangat berdampak bagi perekonomian daerahnya. Coba kita hitung, jika bisa menghemat sebungkus rokok sehari yang harganya Rp 7.500,-, maka satu bulan bisa dihemat Rp 225.000,-, dan setahun akan menjadi Rp 2.700.000,-. Jika setahun tidak merokok, maka orang bisa membeli anak sapi, dan jika hal ini terus dilakukan selama 10 tahun akan diperoleh banyak sapi untuk biaya pendidikan anak atau modal usaha.

Kesuksesan untuk mengoptimalkan kemampuan masyarakat di sana sangat nyata, karena tabungan masyarakat di bank meningkat hingga 300% dalam empat tahun. Dengan begitu nagari semakin makmur, karena warganya lebih kreatif dan bisa membuka berbagai usaha dengan dana yang dihadirkan masyarakatnya. Kesediaan masyarakat dengan dukungan Wali Nagari telah mampu menjadikan wilayahnya menjadi percontohan untuk mengoptimalkan kekuatan rakyatnya melalui penghematan dan pemasyarakatan tabungan. Katakan mungkinAnda mungkin punya mimpi untuk menyekolahkan anak hingga jadi sarjana, menikmati hari tua dengan merdeka tanpa perlu tergantung pada bantuan anak- anak, memiliki usaha sendiri, mengembangkan usaha ke arah ekspor, menambah jalur distribusi hingga mampu bermain di tingkat nasional, dan banyak lagi impian yang Anda miliki. Segeralah fokus dan hadirkan mimpi Anda sejak awal, karena waktu berlalu dengan cepat dan tidak pernah menunggu perencanaan yang matang dan dukungan dana yang cukup.Jangan biarkan hidup Anda berlangsung tanpa menyisihkan dana untuk mewujudkan impian Anda. Mulailah memikirkan dan mempertimbangkan kegiatan atau kebiasaan yang selama ini selalu menyedot habis dana Anda. Jika bisa dikurangi, tentu baik. Namun, lebih baik lagi jika dapat dihilangkan dan potensi kerugian yang diakibatkan kegiatan tadi dapat dihilangkan dengan mengakumulasi dana untuk kebiasaan itu menjadi tabungan yang sangat bermanfaat.Menabung memang butuh kesadaran tinggi, keberanian untuk mengambil tindakan, dan tekad yang bulat untuk mengubah nasib di kemudian hari. Ketika kita katakan “tidak mungkin”, maka hal itu akan berlaku. Namun, ketika kita melihat masyarakat di Nagari Minangkabau dan Singgalang yang memiliki sapi banyak dan tabungan yang meningkat hingga 300%, maka kita tersadar bahwa kekuatan itu ternyata ada di dalam diri kita masing-masing. Saat kita bangga membawa kartu ATM dengan saldo puluhan juta dan dana kas di dompet yang tebal, maka kita telah merusak dompet dan dengan sengaja membiarkan dana kita tanpa hasil dan bersedia memikul risiko yang sangat besar dari tindakan ini. Mulailah masuk pada kehidupan modern di mana kita bisa merencanakan pengeluaran dan menyerahkan segala risiko keuangan pada pihak ketiga, sembari menjadi “tuan” atas dana yang bekerja untuk kita.Ingin bergabung dengan kalangan investor pada masyarakat cashless? Tidak susah dan tidak ada persyaratan berat. Cukup tahan keinginan konsumtif Anda dan biasakan menabung untuk meningkatkan peranan dana Anda. Selanjutnya, temui masyarakat investor dan diskusikan instrumen terbaik yang sesuai dengan tingkat risiko yang dapat Anda toleransi.

Menabung, menabung, dan menabung, jika ingin meraih hidup yang lebih bermartabat.